KALAU sekarang sedang diributkan money politics, uang suap di panggung politik, apakah berarti juga adanya "duit politik" di lapangan rumput? Sepak bola dan suap-menyuap, menurut cuap-cuap gosip edisi terakhir, tak mustahil telah dan akan terjadi di pentas Liga Indonesia (LI) V ini. "Sejak awal Orde Baru, pemain sepak nasional kita sudah kenal uang suap, duit sogokan. Pokoknya dapat uang gampang, asal mainin skor pertandingan," kata satu sumber.
Celakanya,
suapan uang kepada oknum pemain itu, semuanya ingin agar yang tersuap itu bermain buruk, mengalah, tak bikin gol, atau main ogah-ogahan, dan kalau perlu bikin gol bunuh diri. "Kalau menyogok supaya pemain bermain prima, itu, sih, bukan nyogok, itu kasih bonus," kata si pengulas.
"Yang diincar setan penyuap itu, biasanya striker gacoan, pemain belakang, dan kiper. Atau semuanya disogok, ofisial dan semua pemain termasuk cadangan, supaya mengalah dan bikin skor sulapan. Suapan ini tidak mesti menyulap skor kalah, tapi juga bikin sulapan skor yang draw. Atau ofisial disuap, supaya memasang tim dengan pemain lemah semua."
Tanpa menyebut nama dan asal klub atau tim negara, sumber memberi contoh betapa tendangan penalti bisa meleset, sundulan kepala menjadi bola lembek dan mudah dipetik kiper, atau kiper tiba-tiba kaku dan tak mampu menangkap bola lemes yang lewat selangkangannya. Juga bek tangguh menjadi bodoh dan cuma bengong digocek pemain anak bawang. Malah tim perkasa tiba-tiba dibocorkan gol 6-0 sama tim payah. "Semua kejadian mirip sulap ini, berkat campur tangan uang suap bandar petaruh," kata sumber.
Suap dan skor sulapan itu, bukan isu asal cuap-cuap. Masyarakat pun mafhum, kalau terjadi peristiwa lucu-lucu mirip adegan sulap buat anak sekolah di lapangan bola, pasti ada "udang sogok" di balik "kepala batu pemain".
***
NAMUN, sumber lain mengatakan, tak semua skor yang kagak-kagak itu, gara-gara suap. Sebab ada juga kasus skor jejadian, tidak ada hubungannya dengan uang suap. Sumber ini mengilas balik lagi kasus PSSI di Vietnam bulan September 1998 lalu, saat melawan tim Thailand menjelang final, salah seorang pemain Indonesia tiba-tiba bikin gol swalayan, alias gol bunuh diri ke gawang sendiri. Akibatnya nama Indonesia dicerca bolak-balik dunia sepak bola internasional.
"Kasus itu, sebenarnya strategi. Ofisial dan pemain Indonesia tidak terlibat kasus suap. Cuma cara menyulap skor itu terlalu kasar, hingga pemain bola yang manusia itu disamakan dengan gajah. Skandal skor sepak bola itu, maksudnya supaya Indonesia mulus melangkah ke depan, tanpa melawan lawan berat. Supaya mendapat lawan enteng, Indonesia mengalah dan berlagak kalah. Namun, sandiwaranya kampungan berat," katanya.
Soal suap dan menyulap skor, sandiwara heboh ini paling tidak tercatat pertama kali sekitar tahun 1960. Saat itu, tim Indonesia untuk Pra-Olimpiade 1960 harus berlaga melawan tim India. Di atas kertas, tim India itu nehi dan bukan lawan berat. Namun kenyataannya Indonesia keok. Padahal susunan pemain Indonesia saat itu, boleh dikata The Dream Team yang pernah ada.
Sejak awal 1960-an, pemain sepak bola bukan dicurigai bermain "sabun" alias terima suap. Entah apa hubungannya sabun dengan suap dan opera sabun, namun tiap ada permainan aneh-aneh di lapangan, pasti terjadi teriakan "Sabuuun...! Sabuuun!". Penonton pun mulai apriori, sering menuduh banyak pemain yang sudah kemasukan setan suap.
Cap sabun ini makin terpatri, manakala tim nasional lagi-lagi tengsin alias kepergok bermain sulap. Tahun 1977 di Merdeka Games Malaysia, pers asing melongo dan terheran-heran bingung, waswas menonton pemain top Indonesia kok bikin gol ke gawang sendiri. Ketua Umum PSSI Ali Sadikin kontan memanggil pelatih Sinyo Aliandoe, lalu meminta tim khusus meneliti siapa yang main sabun, siapa saja yang kebagian busa sabun. Gara-gara tindakan ekstrem Bang Ali, Ketua Bidang Kesebelasan PSSI Brigjen TNI Acub Zaenal dengan sportif yang menanggung dan menjawab, permisi mengundurkan diri.
***
SEMAKIN maraknya pertandingan sepak bola, kian marak pula tuduhan adanya permainan sabun dan suap-menyuap. Tak aneh kalau masyarakat Indonesia sudah punya pandangan stereotip, oknum orang bola Indonesia itu dapat disuap. Dari atas sampai ke bawah, banyak oknum doyan duit sogokan. Yang tidak nempil, cuma si bola kulit yang benda mati.
"Wasit jangan dianggap bersih. Selama sandiwaranya bersih dan rapi, wasit itu terselamatkan dari tuduhan suap. Kalau dia asal tiup peluit, sembarangan memberikan tendangan penalti, atau ngaco keluarin kartu kuning dan merah, pasti penonton berteriak, atau malah keburu digebuk pemain yang nekat," katanya. "Jadi kasus pemukulan wasit, mungkin akibat sampingan dari suap ini."
Jadi selama beberapa hari ini, penonton LI V di Senayan atau penonton di rumah melalui televisi, tentunya sambil menonton juga sambil menilai, kesebelasan mana dan siapa saja yang bermain tidak prosedural. "Penonton banyak yang pintar, gara-gara media massa termasuk siaran langsung sepak bola internasional," katanya.
Tanpa main duga dan praduga, LI V anggap saja bersih dari sulapan dan sabun-sabunan. Di saat serba krisis kini, mestinya setan penyuap itu mudah menggelincirkan ofisial, pemain, dan wasit dengan "busa" sabunnya. Apalagi sekarang lagi zamannya money politics. Tak mustahil politik juga masuk ke lapangan bola. "Ingat! Katanya oknum anggota terhormat di kursi legislatif saja bisa disuap, bisa diajak main sulap soal keputusan penting negara, apalagi cuma pemain yang tahunya cuma nendang bola," kata si sumber dengan sok tahu.
Kalau sudah begini, apa yang diharap? Harap-harap saja tidak ada kasus suap di LI V. Kalau sampai terjadi, anggaplah saja pagelaran LI V ini pertunjukan sulap sepak bola. Mumpung tahun ini pun, katanya, bakalan terjadi adegan sulap Pemilu '99 gara-gara money politic. Titik! (R Badil)
Sumber: psmsmedan.multiply.com
Comment Form under post in blogger/blogspot