Supporter Sepakbola, Kenapa Rusuh...?

Belakangan sedang hangat jadi pembicaraan soal kerusuhan suporter yang mengakibatkan kematian seorang anggota The JakMania yang bernama Fathul Mulyadin. Padahal bulan lalu juga telah terjadi kerusuhan di Stadion Brawijaya yang melibatkan Aremania.

Sepertinya berita keributan dan kerusuhan supporter di Indonesia tidak pernah ada habisnya. Maka kemudian banyak pihak yang memberikan stigma buruk terhadap supporter Indonesia dan sepakbola nasional pada umumnya.

Namun adilkah hanya menyalahkan supporter atas setiap kerusuhan tanpa melihat faktor sebab akibat yang memperngaruhinya?


Sebenarnya keributan dan kerusuhan suppporter tidak hanya terjadi Indonesia. Di luar negeripun terjadi hal serupa dengan skala yang bahkan lebih menghawatirkan. Namun ini tentu saja tidak bisa jadi pembenaran bagi kerusuhan serupa di dalam negeri.

Di setiap negara tentunya memiliki faktor-faktor khusus yang mempengaruhi kekerasan dalam dunia sepakbolanya. Di Italia misalnya, kekerasan yang terjadi selama ini bahkan sudah dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. Di sana ada istilah sayap kiri, komando garis keras dll. Tidak heran di berbagai pertandingan terlihat spanduk dengan foto Hitler, Che Ghuevara atau Mussolini.

Pada umumnya kekerasan dan keributan di negara Eropa dipengaruhi oleh minuman keras yang memang legal diperjual belikan. Supporter Inggris, Jerman dan Belanda adalah negara-negara yang terkenal sebagai penggemar bir kelas berat.

Nmaun kondisi kita di sini agak jauh berbeda. Kebiasaan minum-minuman keras bukanlah budaya Indonesia. Ideologi perlawanan juga belum merambah dunia supporter kita. Walau dalam beberapa hal, unsur-unsurnya sudah mulai terlihat.

Lalu apa saja faktor-faktor yang berperan besar atas terjadinya kerusuhan dan keributan yang melibatkan supporter di Indonesia???

1. Gambaran bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Supporter sepakbola adalah bagian kecil dari rakyat Indonesia yang yang ratusan juta jumlahnya. Dalamnya jurang perbedaan tingkat pendidikan, sosial dan ekonomi serta rasa keadilan yang tak terwujudkan menjadi bahan bakar utama berbagai kerusuhan. Tidak hanya di sepakbola tapi juga pada kasus-kasus lainnya di Indonesia.

Budaya Amok, yang menurut pakar budaya sudah kita miliki sejak dahulu kala sepertinya masih belum hilang sampai generasi sekarang. Ketika ada kesempatan bersama melepaskan tekanan batin akibat ketidakadilan sosial maka direalisasikan dengan merusak, membakar dan mengamuk sejadi-jadinya. Tidak ada lagi rasionalitas, yang ada hanyalah ledakan emosi yang sudah sedemikian lama terpendam.

2 Sentimen Kedaerahan.

Kompetisi sepakbola yang ada sekarang adalah gabungan dari dua kompetisi sebelumnya, yaitu Perserikatan dan Galatama. Namun tampaknya pengaruh kompetisi perserikatan yang sangat kental dengan sentimen kedaerahan lebih mendominasi. Berbeda dengan klub semi profesional ala galatama yang dapat melampaui batas-batas primordial, klub perserikatan memang identik dengan sentimen kedaerahan.

Hal ini semakin diperparah oleh tingkah para elite politik yang justru memanfaatkan sentimen ini untuk meningkatkan popularitasnya di mata masyarakat. Banyak bupati dan gubernur menjadi pembina klub walau tidak paham sama sekali dengan sepakbola.

3. Faktor PSSI.

Sebagai organisasi tertinggi di sepakbola, PSSI masih terkesan menutup mata atas pembinaan supporter. Sampai saat ini PSSI masih belum merasa perlu untuk mengakomodir segala urusan dan masalah supporter ke dalam struktur kepengurusan mereka. Padahal supporter adalah bagian dari sepakbola sehingga pembinaan dan pengembangannya juga menjadi bagian dari tugas PSSI.

Maka wajar jika supporter seperti tidak memiliki ayah yang dapat membimbingnya dan lalu berbuat sekehendak hatinya.

Ketidak adilan dan ketidak tegasan bahkan ketidak profesionalan PSSI juga membuatnya kehilangan wibawa. Suatu kelompok suporter yang jelas memiliki kesalahan bisa luput dari hukuman namun hal sebaliknya bisa terjadi. PSSI mesti lebih tegas dan konsisten dalam menjalankan aturan yang dibuatnya sendiri. Jangan dibiasakan pengampunan dan pengurangan hukuman untuk meberikan efek jera yang maksimal. Beberpa kasus ketua umum turun tangan menganulir dan mereduksi keputusan yang dibuat komdis.

4. Aparat Keamanan.

Dalam sebuah talk show di televisi, Menegpora Adhyaksa Dault mengungkapkan rencana untuk menyempurnakan protap bagi pengamanan penyelenggaraan pertandingan. Tanpa banyak putar otak, hal ini dapat diartikan bahwa protap yang ada sekarang masih jauh dari sempurna.

Masih dalam kesempatan yang sama, Bung Yesayas Oktavianus(wartawan senior) mempertanyakan jumlah dan penempatan aparat keamanan yang menurut pengalamannya selama puluhan tahun sebagai wartawan sering tidak sesuai dengan yang diminta oleh panitia pertandingan.

Kerusuhan juga tidak jarang disulut oleh tindakan aparat yang arogan dan overacting. Akibatnya massa menjadi amrah dan membalasnya dengan kerusuhan. Sebaiknya pendekatan represif segera ditinggalkan. Bangun komunikasi yang baik dengan supporter dan gunakan cara-cara persuasif dan simpatik.

Aparat juga jangan lupa dengan tugasnya di stadion, yaitu menjaga keamanan dan bukan menonton! Awasi setiap bibit keributan dan cegah jangan sampai meluas.

Hindari penggunaan mesin perang di stadion. Supporter bukanlah musuh di medan tempur yang harus dihadapi dengan teknik pertempuran. Gas air mata selama ini justru lebih sering menimbulkan kepanikan daripada menenangkan suasana. Penonton yang sudah terjatuh atau menyerah seharusnya diselamatkan, bukan dipukul dan ditendang ramai-ramai.

Alasan bahwa aparat juga manusia yang mempunyai emosi tidaklah dapat diterima. Karena aparat keamanan yang baik mestinya dapat menjaga kontrol emosi dalam mengahadapi situasi apapun.

5. Wasit dan aparat pertandingan.

Wasit yang bermutu dan tegas akan dapat mencegah banyak kerusuhan sepakbola di Indonesia. Namun sayangnya sampai saat ini kondisi wasit kita masih jauh dari harapan.

Sebagai salah satu alat ukur kualitas wasit lokal adalah dengan melihat kiprah mereka di kegiatan sepakbola di luar pentas nasional. Sangat disayangkan tidak satupun wasit kita yang terpilih dalam penyelenggaraan piala Asia 2007 yang lalu. Padahal Indonesia adalah salah satu tuan rumah.

Ini tentu menggambarkan kualitas wasit kita belum bisa mendapat pengakuan di lingkup Asia.

Namun bukan berarti ini bisa jadi pembenaran untuk melakukan penganiayaan terhadap wasit. Pemain, pelatih, official dan supporter mesti lebih menghormati setiap keputusan wasit walau berat sekalipun. Jangan terlalu mudah menumpahkan kesalahan pada wasit dan hakim garis. Tugas berat buat pak IGK.Manila dalam mendongkrak kualitas di tengah segala macam kendala.

6. Kondisi Stadion.

Kebanyakan kondisi stadion di Indonesia masih kurang memenuhi syarat untuk menggelar laga besar tingkat internasional. Fasilitas pengamanan yang minim, kapasitas terbatas, lokasi yang terlalu dekat ke pusat kota dan kurangnya fasilitas pendukung lainnya.

Stadion lebak bulus di Jakarta, gelora 10 November di Surabaya dan stadion siliwangi di Bandung adalah tiga contoh stadion yang terletak terlalu dekat ke pusat kota. Hal ini sangat berpotensi menimbulkan kerusuhan jika keributan menjalar ke luar stadion.

Dengan kondisi stadion yang sempit tentu lebih menyulitkan petugas untuk melakukan filter terhadap penonton yang berpotensi membuat keributan.

7. Internal kelompok supporter.

Pengurus kelompok-kelompok supporter yang ada hingga saat ini masih lebih banyak melakukan usaha untuk memperbanyak jumlah anggota tanpa memperhitungkan kemampuan untuk mengelolanya.

Semakin besar jumlah anggota akan semakin menyulitkan kelompok suporter untuk menertibkan anggotanya. Apalagi di luar anggota yang terdaftar dan terorganisir masih bayak fans yang tidak terdaftar. Membedakan keduanya tidaklah mudah. Suporter yang tidak terorganisir inilah yang lebih sulit untuk dikendalikan.

Mungkin sudah saatnya untuk membuat seleksi yang lebih ketat dalam penerimaan anggota. Terutama syarat minimal usia yang diperbolehkan mendaftar. Selain itu juga dibuat atribut khusus yang dapat membedakan antara anggota dan simpatisan. Ini cukup penting agar kelompok suporter tidak terus menerus dijadikan kambing hitam atas setiap kerusuhan yang terjadi.

Pembinaan dan pengawasan internal mesti lebih digiatkan. Terapkan sanksi tegas terhadap anggota yang melanggaar aturan seperti membuat keributan dan memancing permusuhan dengan suporter lain. Bisa juga dibentuk keamanan internal yang bertugas menjaga ketertiban anggota sebelum polisi turun tangan.

Setiap kebijakan dari pengurus hendaknya dapat diterima dan dijalankan dengan baik hingga ke tingkat paling bawah. Untuk itu perlu diadakan komunikasi yang intensif dan konsisten. Beberapa kelompok suporter telah melakukan hal ini dengan baik namun belum juga berhasil menjangkau arus bawah yang justru paling sering menyebabkan keributan.

8. Komunikasi antar kelompok supporter.

Jika kondisi internal kelompok suporter sudah dibenahi maka hubungan dengan kelompok suporter lain juag mesti lebih ditingkatkan. Sejauh ini upaya untuk itu sedah cukup baik. Sudah dua tahun berturut-turut diadakan jambore suporter yang didukung oleh sponsor Piala Indoensia.

9. Pengaruh media massa.

Sudah menjadi tabiat media dimanapun untuk mengekspos suatu fakta yang menarik dan memiliki nilai berita tinggi. Suatu kejadian atau fakta akan disajikan dengan cara yang cenderung bombastis dan dramatis.

Maka keributan antar suporter selalu menjadi headline di media massa. Di satu sisi, hal ini dapat memancing dan mengajarkan kelompok suporter lainnya untuk menunjukkan style="font-style:italic;">kemampuan yang sama.
Bahkan dengan membuat citra negatif terhadap sebuah kelompok malah justru akan meningkatkan militansinya. Karena mereka seperti tidak ingin melepaskan predikat Jagoan yang telah diberikan oleh media.

Sebaliknya kelompok lawan akan selalu memberlakukan status siaga penuh jika berhadapan dengannya. Bahkan sesekali mencoba kehebatan sang Jagoan

10. Kontrol sosial.
Terakhir yang berperan dalam terjadinya kerusuhan suporter adalah semakin lemahnya kontrol sosial terutama dari level paling bawah yaitu keluarga. Banyak anak-anak di bawah umur dibiarkan pergi ke stadion tanpa pengawasan orang dewasa. Maka di stadion anak umur 12 tahun sudah dapat menerima pelajaran gratis dari seniornya untuk tawuran.

Peran keluarga dalam menanamkan mental suporter yang cinta damai dan anti kerusuhan adalah filter pertama untuk mencegah terjadinya keributan antar suporter. Sayangnya belum semua orang tua memahami betul hal ini.

Kesimpulan.


Kerusuhan dan keributan antar suporter dapat dicegah jika semua pihak mau memahami dan mengakui kesalahannya untuk kemudian memperbaikinya. Selama ini justru lebih sering terjadi penyangkalan dan main lempar kesalahan. PSSI menyalahkan aparat keamanan, aparat menunjuk suporter yang tidak bisa diatur suporter menyalahkan wasit dan lain sebagainya.

Suporter sepakbola jangan dihadapi sebagai musuh. Tapi sebagai anggota keluarga yang perlu dirangkul, dibina, diarahkan, diberikan motivasi dan lain sebagainya. Semuanya dilakukan dengan komunikasi dua arah yang terbuka. Jangan hanya ditegur dan dimarahi tanpa memberikan kesempatan mereka untuk berbicara.

Semua pihak mesti sadar bahwa akar permasalahandari setiap kerusuhan bisa berbeda-beda. Jangan selalu mengkambing hitamkan suporter sebagai sumber masalah. Karena sebetulnya mereka lebih tepat disebut korban. Korban dari para orang tuanya yang lebih suka menyalahkan anaknya daripada melihat kekurangan diri sendiri.

Bersatulah wahai suporter Indonesia
dalam damai
dalam kegembiraan
dalam persaudaraan
Majulah sepakbola Indonesia


Read more.....

Surat dari Persipura Mania!!!

(Diambil dari DetikForum)

Originally Posted by anakgrafiz View Post
Salam Olahraga, Suadara2 tercinta....


Pertama2, Kami mohon maaf juga turut berduka sedalam2nya terhadap aksi brutal yang menjurus anarkisme berlebihan dari teman2 kami pendukung persipura, yang mengakibatkan tewasnya suporter PERSIJA. Untuk itu kami merasa perlu menjelaskan secara rinci kronologis dan sejarah awal terjadinya tragedi berdarah yang sama2 kita tidak inginkan. Agar tidak terjadi kesalahpahaman bagi teman2 pecinta sepakbola juga bagi kelompok supporter manapun.



Pada hari rabu, 6 januari 2008. Kami the comments dari daerah kepu, atrium senen dan juga kelapa gading memasuki kompleks GBK tepat pukul 15.30 w.i.b.
Lantas secara berbondong2 memasuki stadion DENGAN PEMERIKSAAN dan juga PENGGELEDAHAN YANG SANGAT KETAT DARI PETUGAS KEAMANAN, bahkan korek api pun tidak diperkenankan untuk dibawa masuk.

Sesampainya di dalam stadion, kami menonton pertandingan dengan tertib, TANPA PERNAH MENGGANGU KETENANGAN SUPPORTER LAIN, BAHKAN MENYORAKI MEREKA PUN KAMI TIDAK MELAKUKANNYA. Kami semua terfokus pada tim kesayangan kami, PERSIPURA. Teriakan yang datang dari tribun kami semuanya tertuju pada TIM dan PELATIH KAMI, RAJA ISA yang tidak juga menurunkan boas salossa hingga menit terakhir perpanjangan waktu.

Menjelang berakhirnya BABAK II, Kami mendapat perlakuan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh supporter PERSIJA, dalam hal ini THE JAK! yang melemparkan botol2 minuman, tas plastik berisi air kencing ke arah kami. Awalnya kami tidak membalas tindakan tersebut, tapi kemudian mereka kembali mengulangi hal yang sama yaitu melempari kami. Kami sempat membalas mereka dengan teriakan agar mereka menghentikan aktifitas mereka, karena kami masih berada di tribun bawah. Memasuki adu penalti selesai, mereka malah terus menerus melakukan aksi pelemparan kepada pendukung kami di tribun bawah. Hal ini sangat memancing emosi kami, sebagai manusia kami merasa tidak di hargai di sini. Padahal kami SAMA SEKALI TIDAK PERNAH MEMANCING AMARAH SUPPORTER LAIN. Kami pun tidak mengerti ALASAN APA hingga THE JAK yang pada saat itu belum bermain seperti sengaja MENGUSIK kami dan ini bukan yang pertama kali. Bahkan yang sangat kami sesali adalah aksi petugas keamanan yang menempatkan mereka di atas kami juga lambannya tindakan walaupun kami sempat meneriaki petugas untuk menertibkan THE JAK yang berada diatas kami. Keadaan diperparah ketika kami memutuskan untuk berlari keluar, petugas menghadang kami kemudian THE JAK terus melempari kami dari atas. Inilah yang semakin membakar emosi kami, kami pun bertindak anarkis terutama kepada THE JAK, yang kami anggap telah memulai bara permusuhan. Kami pun di tembaki gas air mata dan peluru hampa.

Secara logika, kalau saja kami kecewa dengan kekalahan tersebut dan seandainya kami adalah perusuh, yang seharusnya kami serang adalah supporter PSMS MEDAN, tapi nyatanya kami menerima kekalahan tersebut hanya saja KAMI TIDAK TERIMA PERLAKUAN YANG TIDAK MANUSIAWI DARI THE JAK!

Apa sih maunya THE JAK?

itu yang kemudian menjadi pertanyaan kami semua. Selama pertandingan Sepak Bola di senayan, Kami supporter PERSIPURA tidak pernah MARAH karena KALAH atau MENGINTIMIDASI SUPPORTER LAIN! Buktinya pada FINAL COPA DJI SAMSOE, walaupun KALAH adu penalti dari SRIWIJAYA FC, toh kita semua pulang dalam keadaan baik2. Kami melihat ini sebagai KEJAHATAN TERORGANISIR dari KUBU THE JAK yang setiap kali ketemu PERSIPURA tidak pernah menang dan selalu berakhir ricuh. Pada FINAL LIGINA 2005, ketika PERSIJA kalah dari PERSIPURA, THE JAK pula yang memancing KERUSUHAN, mereka tidak memandang kami sebagai tamu apalagi manusia. Itulah yang perlu kami tunjukkan pada mereka, agar tidak merasa menjadi RAJA di kampung halaman sendiri lantas berhak SEMENA2 terhadap yang lain. Karena kami masyarakat PAPUA pantang untuk menyerah, apapun kami lawan biarpun kami sedikit dalam hitungan jumlah!!! Peristiwa berikutnya kembali terjadi pada SEMIFINAL COPA DJI SAMSOE, lagi2 PERSIJA KALAH dan THE JAK kembali membuat rusuh, toh kami tetap tenang. kalau kami terpaksa membalas itu semua di karenakan kami berupaya dan BERHAK untuk membela diri! SIAPA SIH YANG MAU MATI KONYOL DISERANG lantas DIAM? dan terakhir peristiwa SEMIFINAL kemarin yang justru sekali lagi membuat kami HERAN, padahal lawan PERSIPURA pada saat itu bukanlah PERSIJA, tapi kok bisa THE JAK menyerang kami? Kami sudah membantu mereka untuk lolos ke senayan, dengan menampilkan permainan biasa2 saja pada partai terakhir 8 besar tapi yang kami dapatkan malah lemparan. Satu nyawa menghilang, bagi kami dalam konteks sebagai upaya pembelajaran ADALAH hal yang wajar dan LUMRAH. AGAR THE JAK TIDAK LAGI SEMENA2 TERHADAP SUPPORTER TIM LAIN YANG DATANG BERKUNJUNG KE JAKARTA dan AGAR MEREKA TIDAK ASAL RUSUH KALAU TIM MEREKA KALAH!!! SEKALI LAGI KEMATIAN ADALAH HARGA YANG PANTAS AGAR MEREKA SADAR AKAN ULAH MEREKA SENDIRI SELAMA INI!! Toh, kami menyadari, kami pun melakukan aksi anarkis yang berlebihan akibat tersulut emosi, TIDAK SEHARUSNYA KAMI MERUSAKI KENDARAAN2 ATAUPUN GEDUNG2 PERKANTORAN. Untuk itu sekali lagi KAMI MEMOHON MAAF atas TINDAKAN ANARKIS KAMI kepada KORBAN PELEMPARAN maupun KORBAN PENGRUSAKAN, adapun kami sama sekali tidak berniat untuk itu. Kami pun berharap THE JAK bisa lebih santun terhadap setiap tamu2nya. Karena pada dasarnya, siapapun yang terpancing akan susah dikendalikan. Sekaligus Kami selalu dan senantiasa BERJANJI untuk tidak pernah MEMANCING AMARAH supporter lainnya, seperti yang sudah2. Silahkan di tanyakan Kepada PENDUKUNG SRIWIJAYA maupun PSMS MEDAN yang terakhir kali bertemu kami di senayan, APA PERNAH MASYARAKAT PAPUA mengusik mereka, walaupun KAMI KALAH? Terakhir bagi PSSI, agar tidak melihat THE JAK hanya karena mereka banyak lantas selalu di prioritaskan agar stadion terlihat ramai. Saya pun sangat menyayangkan sistem kompetisi yang terlalu berputar2. Arti JUARA GRUP/WILAYAH jadi tidak berguna, karena harus mengikuti babak 8 besar lagi. Terakhir sebagai tanah dimana banyak datangnya pemain2 berbakat seperti boas, ortisan, ellie eboi, alex pulalo, christian warobay, erol iba, immanuel wanggai, ian luis kabes, pieter rumaropen, eduard ivak dalam, dll. KAMI SANGAT MENGHARAPKAN KEPENGURUSAN YANG JELAS SERTA ATURAN YANG TEGAS AGAR KOMPETISI YANG AKAN DATANG BISA LEBIH BAIK LAGI. KARENA SAYA PERCAYA, KITA PUNYA BANYAK TALENTA YANG PERLU DIBINA LEWAT SISTEM KOMPETISI YANG JELAS ARAH DAN ATURANNYA, YANG BESOK2 BISA MEMBAWA BANGSA INI BERBICARA LEWAT SEPAK BOLA...!!!


BRAVO



a.n THE COMMENTS
perwakilan persipura mania
jakarta!!!

Read more.....

Salut buat loe, Jak...!

The Jak tertib, Senayan aman. Demikianlah judul artikel di detik.com beberapa saat usai pertandingan semifinal Liga Indonesia antara Persija versus Sriwijaya FC. Alhamdulillah, kekhawatiran saya tidak terbukti. Ternyata "anak Jakarte" yang tergabung dalam The JakMania telah membuktikan kehebatannya. Salut...!


Read more.....

Persija Kalah lagi...!


Sobat en sabit...Saya lagi sedih nih, jagoan saya kalah lagi. Takluk dari Sriwijaya FC 0-1 pass, gak kurang dan gak lebih...

Huu.huu.huuuuu

Kemarin di Copa Indonesia kalah di semifinal lawan Persipura, sekarang di Liga juga cuma sampai semifinal. Spesialis semifinalis nih...

Sudahlah, kalah adalah kalah. Saya ucapkan selamat buat Sriwijaya FC, salut buat bang Rahmad Darmawan. Semoga sukses di final dan meraih "double winner".


Gelora Bung Karno seolah menjadi tempat yang kurang bersahabat bagi Persija. Bahkan ada yang menyebut istilah "Trauma Senayan". Padahal bisa dibilang Persija menjadi tuan rumah di sini. Puluhan ribu The JakMania sudah memadati setiap jengkalnya untuk mendukung sang Macan Kemayoran. Harapan mereka tentu agar menjadi saksi sejarah, Persija lolos ke final dan menjadi juara Liga Indonesia 2008.

Sayang harapan tinggal harapan. Kucuran dana APBD yang belasan milyar itu tidak bisa terbayarkan dengan satupun tropi juara. Padahal dilihat dari segi materi pemain, Persija saat memiliki sejumlah pemain terbaik di Indonesia. Sebut saja Bambang Pamungkas, Atep dan Ismet Sofyan. Namun ternyata itu belum cukup untuk sekedar merasakan partai final.

Kalau sudah kalah, tentu mudah mencari mencari kambing hitam. Dari pelatih, pemain, wasit, hakim garis, bahkan suporterpun bisa ditunjuk menjadi biang keladi kekalahan.
Tidak jarang juga meyalahkan sesuatu yang jelas-jelas tidak salah. Dalam hal ini Stadion Gelora Bung Karno dianggap tidak membawa keberuntungan bagi Setiap Persija main di sini. Lho apa salahnya stadion...????

Ada juga yang menyalahkan warna kaos yang dipakai Persija. Tadi memang Persija menggunakan kaos warna hitam bukan oranye seperti biasanya. Lalu warna hitam yang menjadi tanda berkabung disangkut pautkan dengan nasib buruk di akhir pertandingan. Untung tidak menyalahkan warna kulitnya Abanda yang hitam legam...(he.he sorry bukan rasis loo)

Pahit memang menerima kekalahan. Terlebih bagi seorang suporter Persija seperti saya ini. Saya sudah nonton Persija sejak tahun 80an. Ketika itu bang Rahmad Darmawan masih bermain bersama Marzuki Nyak Mad, Toni Tanamal dan mantan pelatih saya bang Patar Tambunan. Waktu itu stadionnya masih di Menteng yang sekarang digusur Sutiyoso untuk dijadikan Taman kota.

Tapi sekarang adalah waktunya menahan sedih. Makanya saya nulis artikel ini, buat menyalurkan emosi yang sudah sampai ubun-ubun...Daripada marah-marah tidak karuan apalagi sampai bikin onar. Hwarakadah...


Saya sangat berharap teman-teman saya para suporter fanatik Persija yang berjuluk The JakMania dapat menerima kekalahan ini dengan lapang dada. Ingatlah bahwa ini hanyalah sepakbola. Kalah dan menang adalah suatu hal uang biasa...Menagislah, tumpahkan kecewa dan kesedihan. Namun jangan sekali-kali terpancing anarkisme. Tunjukkan kalian adalah suporter sejati yang punya hati dan punya otak...!!! Ingat, kalian dari anak Jakarta, bukan anak hutan...!!!

Saya tidak ingin kekalahan kesedihan saya bertambah lagi. Sudah kesebelasan kesayangan saya kalah, suporter kebanggaan saya malah bikin ulah. Semoga hal ini hanya kekhawatiran saya yang terlalu berlebihan.

Walau saya tidak berasal dari keturunan Betawi tapi saya lahir dan dibesarkan di Jakarta, karena itulah saya sangat mencintai Jakarta. Karena saya mencintai Jakarta itulah maka saya mencintai Persija. Dan sebagai tanda bukti kecintaan saya terhadap Persija maka saya dan beberapa teman membentuk The JakMania. Ya, saya memang termasuk pendiri The JakMania dengan nomor anggota JM/003...

Saya, Ferry (sekarang asisten manajer Persija) dan beberapa teman di Commandos, nama pendukung Klub Pelita Jaya dahulu, diminta oleh Diza R.Ali (manajer Persija saat itu) untuk membuat kelompok suporter bagi Persija. Dalam perkembangannya kemudian kami mengajak Gugun Gondrong untuk ikut terlibat mengingat statusnya sebagai public figure dapat mengangkat nama The JakMania. Saat itu saya bermimpi dapat melahirkan sebuah kelompok suporter modern yang fanatik, atraktif dan jauh dari kesan rusuh seperti pada umumnya.

Namun sekarang mimpi saya itu belum dapat terwujud. Namun saya tetap berharap agar mimpi itu dapat diwujudkan. Mungkin besok, lusa atau tahun depan. Semoga...

Kembali ke soal kekalahan Persija, saya pemain dan seluruh anggota team tidak terus larut dalam kekecewaan. Masih ada pekerjaan di depan mata, meraih peringkat tiga yang akan dapat sedikit mengobati luka.

Selanjutnya, lakukan evaluasi total. Perbaiki kekurangan-kekurangan secepatnya sebelum kompetisi berikut kembali bergulir. Sempurnakan komposisi pemain. Ganti pemain yang dinilai kurang memberikan kontribusi dengan pemain baru yang lebih berkualitas. Prioritaskan pemain muda yang berasal dari klub lokal binaan Persija. Saya yakin banyak bibit muda yang dapat diasah dan diangkat ke tingkat yang lebih tinggi.

Masalah sumber dana juga menjadi tantangan di musim depan. Dana APBD sudah tidak lagi dapat diharapkan. Untuk itu pengurus dan pembina harus dapat mencari solusi yang tepat dan cerdas dalam menyiasatinya. Apalagi tahun depan akan mulai bergulir Super Liga sehingga jumlah pertandinga akan semakin banyak begitu juga pengeluarannya.

Semoga musim kompetisi tahun depan akan menjadi tahun kejayaan bagi Persija. Sebagai penggemar saya sudah rindu melihat Macan Kemayoran mencengkeram tropi juara.

Biarpun klub kita berbeda, tapi kita punya kesamaan. Sama-sama ingin melihat kemajuan sepakbola nasional...Setujuuuuu...???



Read more.....
 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Powered by    Login to Blogger