Wahai Pengurus PSSI, Bangunlah dari Tidurmu!

Kamis, 27 April 2000
CATATAN SEPAK BOLA

SETELAH mendapat kucuran dana dari sponsor Bank Mandiri, PSSI tampaknya bisa tidur nyenyak. Paling tidak, persoalan pendanaan kompetisi yang selalu menjadi "momok" menakutkan, bisa diselesaikan untuk musim 1999-2000 ini.

Namun tidur PSSI ternyata tidak lama, ketika kasus nar-kotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) mencuat kembali ke permukaan, dipicu oleh dugaan kuat penggunaan barang haram tersebut oleh almarhum Eri Irianto (Persebaya Surabaya) dan Kuncoro (PSM Makassar).

Dugaan kuat ini memang masih harus dibuktikan, terutama oleh PSSI sebagai penanggung jawab tertinggi sepak bola nasional. Namun masyarakat tentunya tak bisa hanya terus disuguhi janji penyelesaian karena sebelumnya juga pernah terjadi pada kasus Kurniawan Dwi Julianto.

Kasus almarhum Eri dan Kuncoro sebenarnya sudah lama, sekitar tiga pekan lalu. Namun PSSI, seperti biasanya, terlambat menanggapinya secara serius. Baru hari Rabu (26/4), PSSI membentuk
Tim Penanggulangan Doping dan Narkoba yang diketuai Adang Ruchiatna.

Baiklah, karena memang ada pepatah better late than never. Hanya saja, PSSI kali ini harus benar-benar tuntas menyelesaikan kasus narkoba, yang oleh banyak pengamat dan mantan pemain disinyalir sudah begitu meluas digunakan oleh kalangan pemain.

Tuntutan penuntasan kasus narkoba ini sungguh merupakan harga yang tak bisa ditawar karena bersentuhan langsung dengan hakikat kompetisi dan sportivitas yang sedang ditata kembali oleh PSSI. Singkatnya, percuma dan hanya membuang waktu, tenaga serta biaya, jika PSSI tetap menggelar kompetisi yang dipenuhi dengan pemain-pemain pemakai narkoba dan doping.

***

LANGKAH PSSI membentuk tim penuntasan narkoba sebenarnya sebuah langkah maju. Paling tidak, PSSI mengakui kasus penggunaan narkoba dan doping ada di dalam tubuh sepak bola Indonesia.

Pengakuan ini penting karena masyarakat masih teringat pe-nyangkalan PSSI terhadap kasus yang menimpa Kurniawan menjelang keberangkatan tim sepak bola ke SEA Games 1999 Brunei Darussalam. Kala itu PSSI bahkan secara diam-diam tetap akan memberangkatkan Kurniawan ke Brunei yang risikonya sangat besar. Beruntung KONI menahan paspor mantan bintang Primavera itu sehingga Kurniawan urung nekat terbang ke Brunei.

Pembentukan tim yang diketuai Adang, merupakan momentum terpenting PSSI dalam menentukan langkah pembinaan. Tim ini diharapkan bekerja dengan agenda waktu yang jelas, transparan sehingga bisa dikontrol masyarakat.

Jangan sampai, tim ini hanya sekadar lip service untuk menyenangkan masyarakat, sementara aksinya tak kunjung tiba.

Dalam aksinya, tim Adang pasti akan berbenturan dengan banyak pihak karena kasus ini tergolong sangat sensitif. Na-mun dengan dukungan penuh dari masyarakat, tim ini tak perlu takut dalam melangkah.

Telah terbukti, selalu ada kecenderungan pihak klub membela pemainnya jika diduga menggunakan doping atau narkoba. Fakta juga menunjukan, pihak rumah sakit juga punya etika untuk tidak membeberkan catatan medis, kecuali kepada pihak keluarga.

Tim ini juga dituntut bekerja tuntas setuntas-tuntasnya, termasuk kalau perlu menjatuhkan hukuman berat kepada siapa pun yang terlibat kasus narkoba dan doping.

Adang adalah figur yang pas untuk menjadi ketua tim ini karena dia pernah menjadi ketua tim penyelidik kasus jual-beli pertandingan oleh wasit, dua tahun lalu. Kala itu, tim Adang mendapat banyak pujian karena berani merekomendasikan hukuman berat kepada sekitar 50-an wasit dan ofisial klub yang terlibat kasus ini.

Jika kelak di kemudian hari tim Adang ternyata mendapatkan begitu banyak pemain yang terlibat doping dan narkoba, PSSI juga diharapkan tidak segan-segan menjatuhkan hu-kuman berat. Tidak perlu khawatir kompetisi Liga Indonesia lantas kekurangan pemain, sebab apa yang bisa diharapkan jika kompetisi hanya dipenuhi pemain-pemain penenggak obat terlarang?

Lima tahun lalu, Malaysia pernah menjatuh-kan sanksi berat kepada sekitar 80 pemain yang terlibat suap. Kala itu, sepak bola Malaysia jatuh ke titik nadir. Akan tetapi, prestasi yang anjlok tidaklah terlalu penting dalam hal ini. Jauh lebih penting adalah mental, moral dan sportivitas kompetisi bisa diselamatkan dari jurang kehancuran. Membangun kompetisi mudah, akan tetapi membangun moral dan sportivitas memang kadang kala harus menjalani proses yang pahit-getir.

Tim Adang juga dituntut bekerja keras mengingat sepak bola Indonesia mulai mendapat kepercayaan kembali, ditandai oleh kesediaan Bank Mandiri menjadi sponsor, dan juga kesediaan stasiun-stasiun televisi untuk menyiarkan pertandingan.

Harus diingat, kepercayaan ini sangat mahal harganya! Sangatlah disayangkan jika kepercayaan harus hilang lagi karena PSSI tak serius mengungkap kasus doping dan narkoba. (anton sanjoyo)

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Powered by    Login to Blogger