Pengakuan Seorang Pemain Banyak yang Mengisap Shabu

Kamis, 27 April 2000

Jakarta, Kompas
Dugaan keterlibatan sejumlah pemain sepak bola dengan narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) ternyata tidak hanya terjadi sekarang ini. Dalam putaran 10 Besar Liga Indonesia V yang diadakan Maret 1999, lebih dari separuh pemain bahkan menggunakan narkotika jenis shabu untuk meningkatkan stamina mereka dalam pertandingan. Demikian pengakuan seorang pemain yang terlibat dalam putaran 10 besar kepada Kompas, Rabu (25/4), di Jakarta. "Mengisap shabu itu sudah biasa di sebagian teman saat itu. Banyak sekali yang menggunakan, mungkin mencapai 60 persennya," katanya. Menurut dia, sebagian pemain memang sengaja mengisap shabu sebagai doping menjelang pertandingan. Bahkan di kalangan pemain sering terjadi taruhan.

Bila dua tim bertanding, para pemain akan menilai jenis shabu milik siapa yang lebih baik. "Bila tim A menang, berarti
shabu yang dipakai para pemain tim A lebih bagus daripada yang dipakai para pemain pemain B," katanya.

Dalam putaran final 10 Besar Liga Indonesia V itu, penyebaran penggunaan shabu begitu luas karena para pemain dari 10 tim seluruhnya menginap di hotel yang sama. "Biasanya memakainya berkelompok-kelompok, sesuai dengan klub masing-masing. Tetapi, ada juga kelompok yang terdiri dari beberapa klub. Biasa, bila satu pemain ada teman dekatnya di klub lain lalu diajak," ujar seorang pemain itu.

Menurut dia, rekan-rekan "pemakai" itu sudah pandai meracik obat terlarang itu. "Pokoknya mahir sekali. Merakit tabungnya, apinya juga dibikin kecil, dan cara mengisapnya juga tidak canggung," katanya.

Para pemain itu biasanya mengisap shabu di siang hari pada jam makan siang atau waktu tidur siang. Saat bertanding sore atau malam hari, pengaruh psikotropika-membuat seseorang hiperaktif sebagai akibat shabu-sudah mempengaruhi badan.

"Kalau main sore, mereka biasanya tidak makan siang di ruang makan. Alasannya mau tidur saja. Setelah itu mereka beramai-ramai masuk kamar... Sementara kalau bertanding malam, setelah makan siang mereka masuk kamar dengan alasan mau tidur," ujarnya.

Saat ditanya mengapa tidak ada dokter atau pelatih yang curiga atau memergoki mereka, pemain itu menjawab karena di putaran 10 Besar konsentrasi pelatih lebih ditekankan pada strategi menghadapi lawan dibandingkan memperhatikan pemain satu per satu.

Para pemain yang memakai shabu juga memilih kamar yang jauh dari kamar pelatihnya. Jika akan diperiksa dokter, mereka umumnya menolak dengan alasan mau tidur karena mengantuk.

"Alasannya, paling mengatakan nanti saja setelah bertanding. Bahkan ada kelompok yang meminjam kamar temannya dari klub lain untuk mengisap shabu," katanya.

Berbentuk pil

Mantan pemain dan pelatih nasional, Sinyo Aliandoe, juga mengakui sudah ada satu sampai dua pemain yang biasa menggunakan pil perangsang saat dia menjadi pelatih tim nasional ataupun sejumlah klub Galatama. "Tetapi kalau benar sampai lebih dari 50 persen pemain dari tim 10 Besar, itu sudah sulit mengatasinya," katanya.

"Selama saya jadi pelatih memang saya ketahui satu atau dua pemain yang menggunakan. Meski belum pernah melihat dengan mata dan kepala sendiri, saya tahu dari pengamatan dan informasi kanan-kiri," kata Sinyo Aliandoe.

Dikatakan, obat yang diminum berbentuk pil.

"Apa istilahnya saat itu saya lupa," katanya. Menurut Sinyo Aliandoe, pemain yang memakai narkotika atau doping adalah pemain yang tidak disiplin. Pemain yang disiplin dan memiliki sikap profesional sebagai pesepak bola, kecil kemungkinan menjadi pecandu.

"Mereka suka begadang, makan minum tidak dijaga sehingga sebenarnya kondisi mereka tidak fit untuk bermain bagus. Untuk mendongkrak permainannya itulah si pemain memakai obat," katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi Organisasi PSSI Tondo Widodo mengingatkan, mulai sekarang PSSI sewaktu-waktu akan melakukan tes urine dan cara lainnya untuk menjaring pemain yang diduga memakai doping dan narkoba. PSSI kini telah membentuk Tim Penanggulangan Doping dan Narkoba yang diketuai Adang Ruchiatna.

Para pemain yang terjaring menggunakan obat terlarang itu tambah Tondo, diancam dengan hukuman berat sesuai aturan FIFA, yaitu dilarang bermain hingga dua tahun. Tidak itu saja, si pemain juga akan terus berurusan dengan PSSI.

"Kita akan cecar terus si pemain sehingga kita dapat membongkar jaringan obat terlarang yang melibatkan pemain itu. Bukan tidak mungkin akan menyangkut ke pemain lain," ujarnya. (yns)

Turunkan Nurdin mengatakan...

Wah, berita lawas. Tapi jangan2 masih kejadian ya. Kabarnya salah satunya Kurniawan. Tapi dia diselamatkan Agum. Tul ga sih ?

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Powered by    Login to Blogger