Di era kompetisi perserikatan, meski menjadi salah satu yang terbesar, Persija Jakarta selalu kalah jika dibandingkan dengan seteru- seterunya, seperti Persib Bandung, PSMS Medan, Persebaya Surabaya, atau PSM Makassar. Fanatisme suporter tidak pernah dimiliki Persija di era perserikatan.
Seperti ucapan Manajer Persija I Gusti Kompyang Manila, di era perserikatan meski Persija bertanding di Jakarta, penontonnya akan selalu memihak tim lawan. "Kalau Persija bertanding melawan Persib di Jakarta, hampir semua penontonnya membela Persib. Demikian halnya kalau Persija main melawan PSMS atau Persebaya," ujar Manila.
Tidak seperti perserikatan lain yang sangat kental dengan identitas kedaerahan, Jakarta yang menjadi home base Persija terlalu cair untuk mengkristalkan dukungan masyarakat terhadap tim sepak bolanya.
Jakarta hanya menjadi tempat bertemunya banyak pendukung perserikatan. Ada kelompok etnis Sunda yang pasti mendukung
Persib jika bertanding di Senayan, ada komunitas arek Suroboyo yang setia mendukung setiap kali Persebaya tampil.
Namun, era Liga Indonesia yang menggabungkan model kompetisi perserikatan dan galatama membuat semua tim berlomba mengubah diri menjadi kesebelasan modern, lengkap dengan kelompok suporternya. Persija pun kemudian membuat langkah serupa. Suporter telah menjadi kebutuhan satu tim sepak bola modern. Dalam wadah The Jakmania, kelompok penggemar ini menjadi pemain ke-12 bagi Persija.
"Semakin lengkap rasanya jika kami bisa mempersembahkan gelar juara bagi pendukung fanatik kami. Kami sudah bisa membuat mereka bangga karena dulu kami tidak memiliki suporter yang sefanatik sekarang," ujar Manila.
Kebesaran yang sudah sejajar ini tinggal diparipurnakan. Caranya tentu dengan memungkasi kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia, yang sudah dua musim ini menggunakan format satu wilayah, dengan gelar juara. Persija memang paling berpeluang merebut gelar juara musim ini dibandingkan dengan dua tim yang juga punya peluang, yakni Persebaya dan PSM.
Menariknya, dua dari tiga tim tersebut akan saling berhadapan, yakni Persija dengan Persebaya.
Persija hanya tinggal membutuhkan satu angka untuk meraih juara. Hasil seri melawan Persebaya bisa memastikan langkah mereka merebut gelar juara. Berbeda dengan Persebaya atau PSM yang harus memenangi pertandingan terakhirnya untuk bisa keluar sebagai juara.
Meski tinggal membutuhkan hasil seri, akan lebih aman bagi Persija untuk memenangi pertandingan. Karena, jika seri, penentuan juara tetap akan bergantung dari hasil pertandingan PSM melawan PSMS. Jika Persija melawan Persebaya berakhir seri, sementara PSM menang lebih dari enam gol atas PSMS, maka juara musim ini akan diboyong PSM.
"Kami akan menjadi juara sejati jika memastikannya di Surabaya. Rasanya jelas berbeda kalau kami meraih gelar juara dengan mengalahkan Persebaya di kandangnya. Kami bisa benar-benar merasakan nikmatnya menjadi juara," ujar pemain tengah Persija, Elie Aiboy.
SAYANGNYA, saat Persija sebenarnya sudah menyejajarkan diri menjadi tim yang memiliki pendukung fanatik, mereka malah kehilangan dukungan itu dalam partai paling menentukan. Pemain ke-12 itu akan absen karena dilarang hadir menyaksikan langsung kesebelasan kesayangan mereka berjuang di Stadion Tambaksari. Pihak panitia pelaksana (panpel) pertandingan, dengan alasan keamanan, melarang kehadiran The Jakmania.
Larangan seperti ini jelas sangat tidak sportif. Bahkan, Manila sempat menyebutnya sebagai bentuk pelarangan hak asasi manusia. "Menonton sepak bola itu kan hak setiap orang," katanya.
Di luar itu, Persija tentu tidak ingin mengulang kegagalan di era kompetisi Divisi Utama Perserikatan tahun 1990. Kala itu Persija yang diperkuat Rahmad Dharmawan dan kawan-kawan melenggang ke semifinal. Meski bermain di Jakarta, perjalanan Persija ke final terpaksa kandas setelah kalah 5-7 dari Persebaya lewat drama adu penalti.
Kemenangan atas Persebaya akan menjadi catatan tersendiri bagi Persija. Dalam empat pertemuan sebelumnya yang terjadi di Surabaya, Persija belum pernah sekali pun memetik kemenangan. Hasil cukup bagus yang pernah mereka raih di Surabaya adalah menahan seri Persebaya 0-0 di Turnamen Segi Empat, 29 tahun silam.
Namun, Pelatih Persija Sergei Dubrovin tampaknya tidak terlalu peduli dengan banyak rekor dan sejarah yang bakal ditorehkan dari hasil pertandingan melawan Persebaya. Pelatih berkewarganegaraan Rusia ini menjadi pelatih pertama yang mengantarkan dua tim berbeda menjuarai Liga Indonesia jika Persija mengalahkan Persebaya. Sebelumnya dia sukses mengantar Petrokimia Putra Gresik menjuarai Liga Indonesia. (KHAERUDIN)
Namun, era Liga Indonesia yang menggabungkan model kompetisi perserikatan dan galatama membuat semua tim berlomba mengubah diri menjadi kesebelasan modern, lengkap dengan kelompok suporternya. Persija pun kemudian membuat langkah serupa. Suporter telah menjadi kebutuhan satu tim sepak bola modern. Dalam wadah The Jakmania, kelompok penggemar ini menjadi pemain ke-12 bagi Persija.
"Semakin lengkap rasanya jika kami bisa mempersembahkan gelar juara bagi pendukung fanatik kami. Kami sudah bisa membuat mereka bangga karena dulu kami tidak memiliki suporter yang sefanatik sekarang," ujar Manila.
Kebesaran yang sudah sejajar ini tinggal diparipurnakan. Caranya tentu dengan memungkasi kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia, yang sudah dua musim ini menggunakan format satu wilayah, dengan gelar juara. Persija memang paling berpeluang merebut gelar juara musim ini dibandingkan dengan dua tim yang juga punya peluang, yakni Persebaya dan PSM.
Menariknya, dua dari tiga tim tersebut akan saling berhadapan, yakni Persija dengan Persebaya.
Persija hanya tinggal membutuhkan satu angka untuk meraih juara. Hasil seri melawan Persebaya bisa memastikan langkah mereka merebut gelar juara. Berbeda dengan Persebaya atau PSM yang harus memenangi pertandingan terakhirnya untuk bisa keluar sebagai juara.
Meski tinggal membutuhkan hasil seri, akan lebih aman bagi Persija untuk memenangi pertandingan. Karena, jika seri, penentuan juara tetap akan bergantung dari hasil pertandingan PSM melawan PSMS. Jika Persija melawan Persebaya berakhir seri, sementara PSM menang lebih dari enam gol atas PSMS, maka juara musim ini akan diboyong PSM.
"Kami akan menjadi juara sejati jika memastikannya di Surabaya. Rasanya jelas berbeda kalau kami meraih gelar juara dengan mengalahkan Persebaya di kandangnya. Kami bisa benar-benar merasakan nikmatnya menjadi juara," ujar pemain tengah Persija, Elie Aiboy.
SAYANGNYA, saat Persija sebenarnya sudah menyejajarkan diri menjadi tim yang memiliki pendukung fanatik, mereka malah kehilangan dukungan itu dalam partai paling menentukan. Pemain ke-12 itu akan absen karena dilarang hadir menyaksikan langsung kesebelasan kesayangan mereka berjuang di Stadion Tambaksari. Pihak panitia pelaksana (panpel) pertandingan, dengan alasan keamanan, melarang kehadiran The Jakmania.
Larangan seperti ini jelas sangat tidak sportif. Bahkan, Manila sempat menyebutnya sebagai bentuk pelarangan hak asasi manusia. "Menonton sepak bola itu kan hak setiap orang," katanya.
Di luar itu, Persija tentu tidak ingin mengulang kegagalan di era kompetisi Divisi Utama Perserikatan tahun 1990. Kala itu Persija yang diperkuat Rahmad Dharmawan dan kawan-kawan melenggang ke semifinal. Meski bermain di Jakarta, perjalanan Persija ke final terpaksa kandas setelah kalah 5-7 dari Persebaya lewat drama adu penalti.
Kemenangan atas Persebaya akan menjadi catatan tersendiri bagi Persija. Dalam empat pertemuan sebelumnya yang terjadi di Surabaya, Persija belum pernah sekali pun memetik kemenangan. Hasil cukup bagus yang pernah mereka raih di Surabaya adalah menahan seri Persebaya 0-0 di Turnamen Segi Empat, 29 tahun silam.
Namun, Pelatih Persija Sergei Dubrovin tampaknya tidak terlalu peduli dengan banyak rekor dan sejarah yang bakal ditorehkan dari hasil pertandingan melawan Persebaya. Pelatih berkewarganegaraan Rusia ini menjadi pelatih pertama yang mengantarkan dua tim berbeda menjuarai Liga Indonesia jika Persija mengalahkan Persebaya. Sebelumnya dia sukses mengantar Petrokimia Putra Gresik menjuarai Liga Indonesia. (KHAERUDIN)