Oji, 15 naik kereta Rangkas-Kota yang biasa dijuluki "kereta langsam" dari stasiun Citeras, tempat tinggalnya. Tujuannya hanya satu, mendukung Persija Jakarta, kesebelasan kesayangannya. Jumat (19/02/2010). Tim "Macan Kemayoran" akan menghadapi tim Sriwijaya FC di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan dalam lanjutan ajang Djarum ISL.
Tentu saja Oji tidak sendiri. Ratusan remaja sebayanya tumplek memenuhi 7 gerbong kereta Rangkas-Kota. Mereka mudah dikenali dengan gaya khas ABG: merokok, rambut dengan punk-look dan terutama, segala atribut berwarna oranye. Atau paiing tidak dengan nuansa oranye.
Selain topi bertanduk dengan aksen oranye dan hitam, para Jakmania ini juga muncul dengan kaos berwarna dasar oranye atau hitam dengan segala macam grafiti. Bunyi tulisan bisa bermacam-macam dari puja-puji terhadap klub kesayangan mereka, "Persija Macan 1928, Kebanggaanku," atau "Persija Forever."
Namun bunyi grafiti di kaos para pendukung fanatik ini bisa juga bersifat provokatif seperti tulisan "Viking and Bonek" yang ditandai dengan tanda silang. Atau juga "Wanted! Kill the Vikings, everywhere, anytime, always." Mengerikan memang. Viking adalah kelompok pendukung tim Persib Bandung, sementara Bonek adalah kelompok pendukung tim Persebaya Surabaya.
Fenomena ini memang bukan hal yang aneh di sepakbola nasional. Tim-tim sepakbola dianggap sebagai representasi dari kelompok masyarakat yang merasa dekat atau memiliki mereka. Persib Bandung secara historis sudah dianggap sebagai representasi masyarakat Jawa Barat, bahkan di luar Bandung. Begitu pun Persebaya menjadi representasi masyarakat Jawa Timur di luar Surabaya.
Tetapi para Jakmnaia pendukung Persija dari wilayah pinggiran bahkan agak jauh dari Jakarta memang menjadi suatu fenomena unik. Apalagi mengingat di wilayah pinggiran jakarta tersebut terdapat juga tim-tim sepakbola seperti Persita maupun Persikota Tangerang yang memiliki kelompok pendukung sendiri. Dan para Jakmania dari Rangkas harus melalui beberapa wilayah seperti Tenjo, Parung Panjang, Tangerang, Serpong, Kebayoran Lama sebelum mencapai wilayah Senayan.
Secara kultural pun, para pendukung "KRL langsam" ini berbeda dengan para Jakmania dari pusat kota seperti dari Cikini, Cilincing, Taman Sari, Tebet dll. Mereka lebih fasih berbahasa Sunda antarmereka, ketimbang ber "lu-lu, gue-gue," meski mereka mengenakan kaos bertuliskan,"Gue Anak Jakarta."
Oji, yang mengenakan kaos, "Warga Jakarta Wajib Dukung persija," hanya tersenyum saat ditanya mengapa dia sebagai anak Citeras merasa wajib mendukung tim ibu kota tersebut. Jawaban justru datang dari kumpulan teman-temannya yang duduk menggelosor di lantai kereta,"Bapak kita kan orang Jakarta, Pak. Tiap hari bolak balik naik KRL karena cari duit di Jakarta..."