Pengakuan Seorang Pemain Banyak yang Mengisap Shabu

Kamis, 27 April 2000

Jakarta, Kompas
Dugaan keterlibatan sejumlah pemain sepak bola dengan narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) ternyata tidak hanya terjadi sekarang ini. Dalam putaran 10 Besar Liga Indonesia V yang diadakan Maret 1999, lebih dari separuh pemain bahkan menggunakan narkotika jenis shabu untuk meningkatkan stamina mereka dalam pertandingan. Demikian pengakuan seorang pemain yang terlibat dalam putaran 10 besar kepada Kompas, Rabu (25/4), di Jakarta. "Mengisap shabu itu sudah biasa di sebagian teman saat itu. Banyak sekali yang menggunakan, mungkin mencapai 60 persennya," katanya. Menurut dia, sebagian pemain memang sengaja mengisap shabu sebagai doping menjelang pertandingan. Bahkan di kalangan pemain sering terjadi taruhan.

Bila dua tim bertanding, para pemain akan menilai jenis shabu milik siapa yang lebih baik. "Bila tim A menang, berarti
shabu yang dipakai para pemain tim A lebih bagus daripada yang dipakai para pemain pemain B," katanya.

Dalam putaran final 10 Besar Liga Indonesia V itu, penyebaran penggunaan shabu begitu luas karena para pemain dari 10 tim seluruhnya menginap di hotel yang sama. "Biasanya memakainya berkelompok-kelompok, sesuai dengan klub masing-masing. Tetapi, ada juga kelompok yang terdiri dari beberapa klub. Biasa, bila satu pemain ada teman dekatnya di klub lain lalu diajak," ujar seorang pemain itu.

Menurut dia, rekan-rekan "pemakai" itu sudah pandai meracik obat terlarang itu. "Pokoknya mahir sekali. Merakit tabungnya, apinya juga dibikin kecil, dan cara mengisapnya juga tidak canggung," katanya.

Para pemain itu biasanya mengisap shabu di siang hari pada jam makan siang atau waktu tidur siang. Saat bertanding sore atau malam hari, pengaruh psikotropika-membuat seseorang hiperaktif sebagai akibat shabu-sudah mempengaruhi badan.

"Kalau main sore, mereka biasanya tidak makan siang di ruang makan. Alasannya mau tidur saja. Setelah itu mereka beramai-ramai masuk kamar... Sementara kalau bertanding malam, setelah makan siang mereka masuk kamar dengan alasan mau tidur," ujarnya.

Saat ditanya mengapa tidak ada dokter atau pelatih yang curiga atau memergoki mereka, pemain itu menjawab karena di putaran 10 Besar konsentrasi pelatih lebih ditekankan pada strategi menghadapi lawan dibandingkan memperhatikan pemain satu per satu.

Para pemain yang memakai shabu juga memilih kamar yang jauh dari kamar pelatihnya. Jika akan diperiksa dokter, mereka umumnya menolak dengan alasan mau tidur karena mengantuk.

"Alasannya, paling mengatakan nanti saja setelah bertanding. Bahkan ada kelompok yang meminjam kamar temannya dari klub lain untuk mengisap shabu," katanya.

Berbentuk pil

Mantan pemain dan pelatih nasional, Sinyo Aliandoe, juga mengakui sudah ada satu sampai dua pemain yang biasa menggunakan pil perangsang saat dia menjadi pelatih tim nasional ataupun sejumlah klub Galatama. "Tetapi kalau benar sampai lebih dari 50 persen pemain dari tim 10 Besar, itu sudah sulit mengatasinya," katanya.

"Selama saya jadi pelatih memang saya ketahui satu atau dua pemain yang menggunakan. Meski belum pernah melihat dengan mata dan kepala sendiri, saya tahu dari pengamatan dan informasi kanan-kiri," kata Sinyo Aliandoe.

Dikatakan, obat yang diminum berbentuk pil.

"Apa istilahnya saat itu saya lupa," katanya. Menurut Sinyo Aliandoe, pemain yang memakai narkotika atau doping adalah pemain yang tidak disiplin. Pemain yang disiplin dan memiliki sikap profesional sebagai pesepak bola, kecil kemungkinan menjadi pecandu.

"Mereka suka begadang, makan minum tidak dijaga sehingga sebenarnya kondisi mereka tidak fit untuk bermain bagus. Untuk mendongkrak permainannya itulah si pemain memakai obat," katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi Organisasi PSSI Tondo Widodo mengingatkan, mulai sekarang PSSI sewaktu-waktu akan melakukan tes urine dan cara lainnya untuk menjaring pemain yang diduga memakai doping dan narkoba. PSSI kini telah membentuk Tim Penanggulangan Doping dan Narkoba yang diketuai Adang Ruchiatna.

Para pemain yang terjaring menggunakan obat terlarang itu tambah Tondo, diancam dengan hukuman berat sesuai aturan FIFA, yaitu dilarang bermain hingga dua tahun. Tidak itu saja, si pemain juga akan terus berurusan dengan PSSI.

"Kita akan cecar terus si pemain sehingga kita dapat membongkar jaringan obat terlarang yang melibatkan pemain itu. Bukan tidak mungkin akan menyangkut ke pemain lain," ujarnya. (yns)

Read more.....

Wahai Pengurus PSSI, Bangunlah dari Tidurmu!

Kamis, 27 April 2000
CATATAN SEPAK BOLA

SETELAH mendapat kucuran dana dari sponsor Bank Mandiri, PSSI tampaknya bisa tidur nyenyak. Paling tidak, persoalan pendanaan kompetisi yang selalu menjadi "momok" menakutkan, bisa diselesaikan untuk musim 1999-2000 ini.

Namun tidur PSSI ternyata tidak lama, ketika kasus nar-kotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) mencuat kembali ke permukaan, dipicu oleh dugaan kuat penggunaan barang haram tersebut oleh almarhum Eri Irianto (Persebaya Surabaya) dan Kuncoro (PSM Makassar).

Dugaan kuat ini memang masih harus dibuktikan, terutama oleh PSSI sebagai penanggung jawab tertinggi sepak bola nasional. Namun masyarakat tentunya tak bisa hanya terus disuguhi janji penyelesaian karena sebelumnya juga pernah terjadi pada kasus Kurniawan Dwi Julianto.

Kasus almarhum Eri dan Kuncoro sebenarnya sudah lama, sekitar tiga pekan lalu. Namun PSSI, seperti biasanya, terlambat menanggapinya secara serius. Baru hari Rabu (26/4), PSSI membentuk
Tim Penanggulangan Doping dan Narkoba yang diketuai Adang Ruchiatna.

Baiklah, karena memang ada pepatah better late than never. Hanya saja, PSSI kali ini harus benar-benar tuntas menyelesaikan kasus narkoba, yang oleh banyak pengamat dan mantan pemain disinyalir sudah begitu meluas digunakan oleh kalangan pemain.

Tuntutan penuntasan kasus narkoba ini sungguh merupakan harga yang tak bisa ditawar karena bersentuhan langsung dengan hakikat kompetisi dan sportivitas yang sedang ditata kembali oleh PSSI. Singkatnya, percuma dan hanya membuang waktu, tenaga serta biaya, jika PSSI tetap menggelar kompetisi yang dipenuhi dengan pemain-pemain pemakai narkoba dan doping.

***

LANGKAH PSSI membentuk tim penuntasan narkoba sebenarnya sebuah langkah maju. Paling tidak, PSSI mengakui kasus penggunaan narkoba dan doping ada di dalam tubuh sepak bola Indonesia.

Pengakuan ini penting karena masyarakat masih teringat pe-nyangkalan PSSI terhadap kasus yang menimpa Kurniawan menjelang keberangkatan tim sepak bola ke SEA Games 1999 Brunei Darussalam. Kala itu PSSI bahkan secara diam-diam tetap akan memberangkatkan Kurniawan ke Brunei yang risikonya sangat besar. Beruntung KONI menahan paspor mantan bintang Primavera itu sehingga Kurniawan urung nekat terbang ke Brunei.

Pembentukan tim yang diketuai Adang, merupakan momentum terpenting PSSI dalam menentukan langkah pembinaan. Tim ini diharapkan bekerja dengan agenda waktu yang jelas, transparan sehingga bisa dikontrol masyarakat.

Jangan sampai, tim ini hanya sekadar lip service untuk menyenangkan masyarakat, sementara aksinya tak kunjung tiba.

Dalam aksinya, tim Adang pasti akan berbenturan dengan banyak pihak karena kasus ini tergolong sangat sensitif. Na-mun dengan dukungan penuh dari masyarakat, tim ini tak perlu takut dalam melangkah.

Telah terbukti, selalu ada kecenderungan pihak klub membela pemainnya jika diduga menggunakan doping atau narkoba. Fakta juga menunjukan, pihak rumah sakit juga punya etika untuk tidak membeberkan catatan medis, kecuali kepada pihak keluarga.

Tim ini juga dituntut bekerja tuntas setuntas-tuntasnya, termasuk kalau perlu menjatuhkan hukuman berat kepada siapa pun yang terlibat kasus narkoba dan doping.

Adang adalah figur yang pas untuk menjadi ketua tim ini karena dia pernah menjadi ketua tim penyelidik kasus jual-beli pertandingan oleh wasit, dua tahun lalu. Kala itu, tim Adang mendapat banyak pujian karena berani merekomendasikan hukuman berat kepada sekitar 50-an wasit dan ofisial klub yang terlibat kasus ini.

Jika kelak di kemudian hari tim Adang ternyata mendapatkan begitu banyak pemain yang terlibat doping dan narkoba, PSSI juga diharapkan tidak segan-segan menjatuhkan hu-kuman berat. Tidak perlu khawatir kompetisi Liga Indonesia lantas kekurangan pemain, sebab apa yang bisa diharapkan jika kompetisi hanya dipenuhi pemain-pemain penenggak obat terlarang?

Lima tahun lalu, Malaysia pernah menjatuh-kan sanksi berat kepada sekitar 80 pemain yang terlibat suap. Kala itu, sepak bola Malaysia jatuh ke titik nadir. Akan tetapi, prestasi yang anjlok tidaklah terlalu penting dalam hal ini. Jauh lebih penting adalah mental, moral dan sportivitas kompetisi bisa diselamatkan dari jurang kehancuran. Membangun kompetisi mudah, akan tetapi membangun moral dan sportivitas memang kadang kala harus menjalani proses yang pahit-getir.

Tim Adang juga dituntut bekerja keras mengingat sepak bola Indonesia mulai mendapat kepercayaan kembali, ditandai oleh kesediaan Bank Mandiri menjadi sponsor, dan juga kesediaan stasiun-stasiun televisi untuk menyiarkan pertandingan.

Harus diingat, kepercayaan ini sangat mahal harganya! Sangatlah disayangkan jika kepercayaan harus hilang lagi karena PSSI tak serius mengungkap kasus doping dan narkoba. (anton sanjoyo)

Read more.....

Sejumlah Penonton Bersikap Brutal di Stadion Lebakbulus

Kamis, 27 April 2000

Jakarta, Kompas
Partai cantik antara "macan Kemayoran" Persija melawan PSMS Medan yang berakhir 3-1 (2-0) di Stadion Lebakbulus (Jakarta Selatan), Rabu (26/4), dinodai ulah brutal suporter PSMS Medan. Beberapa kali mereka melempari pemain di saat pertandingan dan masuk ke lapangan sambil melempari suporter lawan ketika pertandingan telah selesai.

Penjaga gawang Persija, Tata Saptaji merupakan pemain yang paling menderita karena gawangnya berada di depan tribune barat, tempat sebagian suporter PSMS menonton. Beberapa kali lemparan botol plastik minuman jatuh di sekitar Tata.

Setelah pertandingan usai, ratusan pendukung PSMS memasuki lapangan dari pintu barat sambil membawa tongkat-tongkat bambu dan botol-botol plastik. Mereka melempari sebagian penonton yang masih ada di tribune utama, serta berusaha menyerang suporter Persija di tribun utara dan di lapangan.

Kejadian yang berlangsung sekitar 20 menit itu berakhir saat
sejumlah polisi mengusir mereka keluar arena. Namun para pendukung PSMS itu tidak langsung pulang, mencegat "musuhnya" di Jalan Lebakbulus. Mereka antara lain mengeroyok dua pendukung Persija yang melintas naik sepeda motor.

Partai itu sendiri berlangsung menarik, meski tim "Macan Kemayoran" yang tetap menggunakan pola 3-6-1 lebih menguasai lapangan. Nuralim, Warsidi, Aris Hindarto, Budiman, Ali Sunan, Anang Maruf, Imran Nahumaruri, serta Bambang Pamungkas menampilkan kematangan teknis dengan umpan satu-dua sentuhan serta pergerakan yang terorganisir.

Sementara itu, di Stadion Haji Agus Salim, Semen Pa-dang yang bermain dengan 10 pemain menghempaskan Persijatim 2-1 (2-0). Dua gol kemenangan dicetak Ellie Aiboy dan Erol FX Iba.

"Alhamdulillah, dengan 10 pemain kita berhasil menumbangkan Persijatim. Kekalahan 4-0 saat partai tandang di putaran pertama berhasil kita tebus. Tekad kita dari semula memang menang dan hasilnya seperti Anda lihat," kata Jenni-wardin.

Di Stadion Gajayana, tuan rumah Arema Malang menundukkan Pupuk Kaltim Bontang 3-1. Luar biasanya, tiga gol Arema terjadi dalam kurun tidak lebih dari lima menit pertama.

Sekitar 25.000 penonton meneriakkan lagu-lagu dan yel-yel "tidak mungkin, tidak mungkin" yang artinya tidak mungkin Arema kalah. Makanya tiga gol datang begitu cepat karena para pemain lawan seperti kehilangan konsentrasi menghadapi yel-yel penonton.

Kalah lagi

Di Stadion Teladan, tuan rumah Medan Jaya kembali takluk di kandang sendiri, kali ini 1-2 dari PSBL Bandarlampung. Lebih menguasai jalannya pertandingan, PSBL membuka gol menit ke-27 melalui tembakan Widianto. Gol kedua diciptakan Doni Sember menit ke-80, sedangkan balasan Medan Jaya diciptakan Muhlis tiga menit menjelang pertandingan usai.

Kubu PSBL menyambut sangat gembira kemenangan ini, karena mereka telah selamat dari ancaman degradasi. "Dengan posisi di kisaran papan tengah, sudah bisa dipastikan kita tidak akan degradasi," ujar pelatih Halilintar Gunawan.

Di Stadion Mattoangin, tuan rumah PSM Makassar hanya mampu memasukkan satu gol ke gawang PSIM Yogyakarta. Gol yang dicetak Kurniawan Dwi Yulianto melalui sundulan menit ke-66 ini menjadi satu-satunya gol hingga pertandingan usai. Sementara dua gol PSM lainnya dianulir wasit Sugito.

Penampilan tim asuhan Syamsuddin Umar kali ini sangat buruk, sebab sepanjang pertandingan banyak peluang gol yang tidak dapat diselesaikan para pemain depan.

Tampil menyerang sejak awal pertandingan, tim "Juku Eja" praktis menguasai lapangan. Sayangnya, tidak kompaknya para pemain depan membuat serangan-serangan yang dibangun tidak terselesaikan dengan baik.

Meski kalah, pelatih PSIM Yogyakarta, Bartje Matulapelwa mengaku cukup puas dengan penampilan tim asuhannya yang dalam pertandingan ini tampil tanpa pemain asing.

Yang menarik, para pemain PSM dalam pertandingan ini membagikan baju kaus bertuliskan "Kuncoro, Kami Tetap Bersamamu" kepada para penonton. Pembagian kaus ini dimaksudkan untuk memberi semangat bagi pemain PSM yang sementara terbaring sakit itu. (yul/sp/ody/joy/yns/nal)

Read more.....

Menghormati Keputusan FIFA

Kontroversi tentang empat calon Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia yang ditolak FIFA sebaiknya tak diperpanjang. Tak ada gunanya berlarut-larut mempersoalkan keputusan badan sepak bola dunia yang sudah final itu. Lebih baik menghormati keputusan tersebut dan segera berkonsentrasi pada agenda memajukan sepak bola nasional.

Keputusan FIFA itu disampaikan Ketua Komite Normalisasi Agum Gumelar, Kamis lalu. Federasi yang dipimpin Sepp Blatter ini menyatakan menolak pencalonan Nurdin Halid, Nirwan Bakrie, George Toisutta, dan Arifin Panigoro sebagai calon Ketua Umum PSSI. Ini berarti keempatnya tak boleh maju sebagai calon nakhoda PSSI dalam kongres akhir Mei mendatang.

Bisa dimaklumi bila keputusan FIFA tersebut menyulut protes dari pengusung nama-nama itu. Sebanyak 82 suara pendukung Toisutta-Panigoro, misalnya, menilai keputusan tersebut tak berdasar. Namun sangatlah tak produktif jika ketidaksetujuan itu kemudian disertai sejumlah ancaman, seperti klub Persiba Balikpapan dan Persipura Jayapura yang mengancam menggelar kongres sendiri.

Federasi sebenarnya sangat mungkin mengeluarkan keputusan yang tak melarang pencalonan Toisutta, Panigoro, dan Nirwan jika saja mereka mendapat informasi yang cukup tentang aspirasi mayoritas pemilik suara kongres. Tapi Agum, yang menemui Blatter, harus diakui tak berhasil meyakinkan eksekutif FIFA bahwa pencalonan ketiganya tak melanggar Statuta FIFA. Sebaliknya, pencalonan Nurdin Halid jelas-jelas menabrak Statuta FIFA yang mensyaratkan calon ketua belum pernah menjadi narapidana.

Komite Normalisasi, yang mendapat kewenangan kuat dari FIFA, dinilai tak mampu menjelaskan bahwa Komite Banding yang menganulir pencalonan keempatnya sebenarnya tidak sah. Komite Banding ini tidak dibentuk melalui kongres anggota PSSI sebelumnya, tapi ditunjuk sebelum Kongres Pemilihan. Keputusan penganuliran oleh Komite Banding inilah yang kemudian menjadi dasar keputusan FIFA.

Tentu saja FIFA yang mendapat informasi tak tuntas ini tak salah jika akhirnya memutuskan tetap menolak pencalonan keempatnya. Boleh jadi lembaga yang menaungi sepak bola seluruh dunia tersebut memiliki pertimbangan lain demi menghindarkan sepak bola Indonesia dari perpecahan antarkubu pendukung. Apa pun pertimbangan FIFA, tetap saja keputusan mereka bersifat final dan mengikat.

Tak elok bila keputusan tersebut kemudian disikapi dengan keras kepala. Berbagai komentar yang menyebutkan larangan FIFA itu telah melanggar hak asasi tentu berlebihan. Sikap ngeyel, apalagi menuduh, bisa menimbulkan antipati pada sang calon. Kengototan untuk tetap mencalonkan diri, dengan mengabaikan keputusan FIFA, malah bisa mengundang kecurigaan bahwa sang calon sesungguhnya tak cukup tulus memajukan sepak bola Indonesia.

Menghormati keputusan Federasi justru lebih terpuji. Bagaimanapun era Nurdin yang ricuh dan tanpa prestasi telah berakhir. Kini ada banyak nama lain yang lebih pantas untuk memajukan sepak bola Indonesia. Para calon yang ditolak FIFA itu tinggal menyiapkan kader terbaik mereka untuk memimpin PSSI.

Berlama-lama tenggelam dalam kontroversi pemilihan calon ketua jelas tak baik bagi organisasi yang semestinya mengutamakan pembinaan sepak bola itu. Terlalu sayang bila energi untuk mengejar prestasi tersebut akhirnya hanya dipakai untuk mengurus pengurus PSSI yang tak pernah becus itu.


Sumber: tempointeraktif.com, Sabtu, 23 April 2011 | 00:33 WIB

Read more.....

Tim Lokal dan 2 Tim Asing Ramaikan Piala Bang Yos

Kamis, 03 Februari 2005 14:24
Kapanlagi.com - Kompetisi Piala Emas Bang Yos (PEBY) kembali digelar tahun ini. Sekitar delapan tim siap mengikuti turnamen yang akan berlangsung 6-13 Februari dengan total hadiah Rp745 juta. Delapan tim itu terbagi ke dalam dua grup yakni Grup A yang terdiri dari Persija Jakarta, PSM Makasar, PSIS Semarang dan Geylang United Singapura.

Sedangkan Grup B terdiri dari Persebaya Surabaya, PSMS Medan, Persib Bandung dan Tim Myanmar Selection. Guna menambah kadar persingan plus mutu turnamen ini, tahun 2005 ini mencoba menghadirkan dua kesebelasan asing. Dengan harapan sebagai sarana melakukan perbandingan kekuatan lokal dengan tim asing.

Ketua Umum Panitia PEBY Firman Hutadjulu menyatakan, ide awal turnamen digagas untuk
mengembangkan potensi sepakbola nasional. Juara turnamen PEBY ini berhak atas hadiah Rp225 juta, sedang runner-up Rp175 juta. Sementara itu runner-up grup mendapat Rp75 juta, sedang urutan tiga dan empat mendapat Rp25 juta.

Turnamen yang digelar untuk kedua kalinya ini juga memberikan hadiah kepada pemain terbaik dari setiap pertandingan dengan hadiah uang tunai Rp5 juta. Selain itu pemain terbaik dalam keseluruhan turnamen mendapat hadiah uang Rp15 juta dan top skor Rp15 juta. (*/tut)

Read more.....

Acungan Jempol buat Ebanda Timothy

Catatan Sepak Bola Ronny Pattinasarany

TIDAK pelak lagi bintang dari pertandingan semifinal Persija Vs PSIS hari Kamis (1/4) adalah Ebanda Timothy dari PSIS. Kemampuannya mengkoordinir lapangan tengah membuat permainan PSIS secara keseluruhan enak ditonton. Aliran bola dari kaki ke kaki secara cepat dilakukan pemain dalam usaha menerobos pertahanan lawan.

Timing-nya sering tepat pada saat datang membantu rekannya yang berada dalam kesulitan dan pandai mengubah arah permainan dari satu sisi lapangan permainan ke sisi lain. Yang menonjol dari Ebanda tugasnya mematikan gerakan
otak serangan Persija, Luciano Leandro, dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Kemenangan PSIS bukan karena nasib, mereka justru mampu menerapkan taktik tepat guna dalam meredam kekuatan lawan. Mengetahui kelebihan kualitas individu pemain, sejak awal pertandingan, mereka mampu merebut insiatif permainan.

Mereka bukan saja melakukan tekanan keras terhadap lawan yang menguasai bola, tetapi juga setiap pemain Persija yang dianggap bisa membahayakan gawangnya mendapatkan pengawalan ketat. Begitu kehilangan bola, pemain tidak mundur masuk bertahan ke daerah permainan sendiri, tetapi langsung menekan lawan yang menguasai bola.

Taktik ini sangat jitu dalam mengganggu konsentrasi pemain Persija. Akibatnya mereka kehilangan kontrol terhadap pertandingan, membuat mereka mudah melakukan kesalahan dan sulit melepaskan diri dari tekanan lawan. Di sinilah awal kesalahan yang dilakukan Persija.

Mereka justru mengikuti ritme yang dikembangkan lawan. Tanpa ada usaha meredam kecepatan permainan PSIS, dengan menurunkan tempo permainan misalnya melakukan umpan dari ke kaki yang didukung dengan pergerakan pemain tanpa bola. Dengan tujuan utama menahan bola selama mungkin dalam penguasaan tim.

Begitu mampu menggagalkan serangan, terlihat pemain Persija ingin secepatnya mengalihkan bola masuk ke daerah permainan lawan. Rocky maupun Miro Bento di depan senantiasa kesulitan menerobos lini pertahanan lawan. Di babak kedua, penampilan Persija tetap saja monoton, tidak ada perubahan taktik guna mencari peluang di daerah pertahanan lawan.

Di sini terlihat ketidakjelian pelatih Herry Kiswanto dalam mengoptimalkan kekuatan timnya. Toh kalah satu atau lebih sama saja, timnya pasti tersingkir. Dalam situasi ini, pelatih harus berani ambil risiko dengan menempatkan banyak pemain naluri menyerang.

***

DARI pertandingan semifinal lainnya, Persebaya Surabaya melalui perjuangan berat dan melelahkan akhirnya menang melalui tendangan adu penalti. Partai pertandingan Persebaya lawn PSMS Medan berlangsung menarik dan menegangkan. Ini juga karena dua tim dalma kompetisi perserikatan sebelumnya termasuk musuh bebuyutan.

Kelebihan kualitas individu pemain, membuat Persebaya mampu memegang kendali permainan. Koordinasi antarpemain terjaga baik, memudahkan mereka saling mengontrol baik saat timnya berada dalam situasi menyerang, maupun bertahan.

Penekanan pada kekuatan daya serang, memaksa PSMS Medan banyak menarik pemainnya masuk bertahan di daerah permainan sendiri, guna meredam kekuatan daya serang lawan. Sayang semangat guna mempertahankan gawangnya dari kebobolan, tidak diimbangi dengan tugas yang jelas di antara sesama pemain.

Tingginya tempo permainan yang dikembangkan PSMS, bukan saja menggoyahkan konsentrasi kekuatan pertahanan Persebaya, tetapi juga banyak menguras tenaga pemain. Tidak terlihat lagi penjagaan ketat terhadap lawan. Begitu juga saat gagal menyerang, pemain tidak lagi disiplin untuk secepatnya kembali ke posisi agar dapat mengontrol permainan lawan.

Beruntung dalam kondisi pemain yang tidak lagi prima, PSMS tidak dapat memanfaatkan situasi untuk terus menekan pertahanan Persebaya. Bahkan terlihat setelah mampu menyamakan kedudukan satu-satu konsentrasi pemain terpecah, antara tetap ingin meningkatkan daya serang, tetapi, juga tidak ingin gawangnya kebobolan.

Lolosnya dua tim Persebaya dan PSIS tampil di partai final tanggal 4 April nanti, diramalkan berlangsung menarik, mengingat dua tim punya kualitas yang tidak berbeda jauh, dan sama punya dukungan fans yang fanatik. *

Sumber: psmsmedan.multiply.com

Read more.....
 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Powered by    Login to Blogger