Petak Sinkian dan Kejayaan Sepak Bola Indonesia

Lapangan Petak Sinkian kandang Union Makes Strength (UMS)
Oleh Alwi Shahab

Pelaku dan pecinta sepak bola di Jakarta terkesiap tatkala mendengar kabar lapangan sepak bola Petak Sinkian akan digusur. Sulit bagi mereka membayangkan lapangan bersejarah yang terletak di Jalan Ubi Petak Sinkian, Kelurahan Manggabesar, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat, ini hilang begitu saja.

Selain menjadi saksi sejarah kehebatan di masa lalu, Petak Sinkian masih menjadi penghasil calon bintang masa depan lapangan hijau. Saat ini, sekitar 250 anak yang berlatih di sana akan kehilangan tempat latihan jika Petak Sinkian digusur.

Bicara Petak Sinkian tak terlepas dari sejarah etnis Tionghoa di Jakarta pada 1900-an. Pada 15 Desember 1905, berdiri perkumpulan olah raga Tiong Hoa Oen Tong Hwee (THOTH). Awalnya, THOTH mengutamakan atletik, tetapi kemudian melebar ke sepak bola, bola sodok, dan tenis.

Pada 20 Februari 1912, berdiri pula Tiong Hoa Hwee Kian (THHK) yang didirikan oleh Oey Keng Seng dan Louw Hap le. Nama THHK kemudian diubah menjadi Union Makes Strength (UMS). Kemudian 1923, atas kesepakatan para anggotanya, THOTH melebur ke dalam UMS.

Pada masa kolonial, klub yang kala itu dihuni pemain keturunan Cina berkali-kali menjurai Voetbal Bond Batavia Omstreken (VBO) tahun 1930, 1932. 1933, 1937, 1938. dan 1949. Pada 1950. VBO kemudian menjadi Persija dan UMS pun membuka pintu kepada warga pribumi.

Salah satu pemain UMS yang memperkuat Persija adalah Kwee Hong Sing, kakek dari Kim Jeffrey Kurniawan yang bermain di Persema Malang. Bukan cuma Hong Sing, UMS juga menghasilkan pemain-pemainketurunan Cina yang memperkuat Persija dan PSSI, yaitu Kiat Sek, Chris Ong, Him Tjiang, Tek Eng, Tan Liong Houw, dan Wim Pie. Dua nama terakhir berasal dari klub Chung Hua, yang juga didirikan oleh keturunan Cina di Jakarta.

Ada juga nama Van der Vin, kiper blaster-an Indonesia-Belanda asal UMS yang pernah menahan tendangan penalti pemain legendaris Hungaria dan Real Madrid, Ferenc Puskas. Van der Vin juga membuat Raymond Copa-pemain legendaris dari Prancis- frustrasi karena sulit menembus gawangnya saat timnya datang ke Indonesia.

Setelah menerima warga pribumi, muncul nama Mohammad Djamiat Dalhar, putra Betawi yang kemudian bersama Ramang dan San Liong menjadi striker yang tangguh di PSSI di era 1950-an. Berikutnya Oyong Liza, Rony Paslah, Isman Jasulmei, Ruli Ne-re, Ely Idris, Ricky Yacobi, dan banyak lagi.

Petak Sinkian merupakan salah satu 1 lapangan yang digunakan untuk kompetisi bond-bond Persija tahun 1950-an dan 1960-an. Kala itu, stadion utama Gelora Bung Karno belum dibangun dan baru digunakan pada Asian Games II tahun 1962. Selain itu, ada lapangan VIOS (Menteng) yang sekarang sudah berubah menjadi taman Menteng.

Waktu itu di Jakarta, banyak memiliki lapangan sepak bola, termasuk di kampung. Mereka berkompetisi di lapangan Ikada pada Sabtu dan Ahad, sebelum Monas dibangun. Bond-bond di Jakarta ambil bagian, yaitu UMS, Hercules, BVC, VIOS. Maesa, Maluku, Bintang Timur, Setia, dan Chung Hua.

Setelah lapangan Menteng digusur, keberadaan lapangan Petak Sinkian harus dipertahankan mengingat lapangan ini tidak dapat dipisahkan dari sejarah persepakbolaan Tanah Air. ed israr nah
Sumber: republika.co.id

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Powered by    Login to Blogger